Hindu Menyembah Apa

Ini Alasannya Kenapa Hindu di Bali Menyembah Pohon

Pulau Bali merupakan pulau yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Agama Hindu Bali dan keberagaman tradisinya sudah menjadi roh pulau dewata ini. Selain itu, tradisinya juga banyak mengajarkan umatnya untuk berperilaku.

Dari beberapa sumber sejarah, kepercayaan Hindu masuk ke Indonesia untuk pertama kalinya sekitar abad ke-15 SM. Tetapi sebagian besar warisan Bali berkembang pada saat kerajaan Majapahit berkuasa dibawah pemerintahan Hayam Wuruk. Pada saat itu kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan dengan daerah kekuasaan selain pulau Bali, yaitu Semenanjung Malaya selatan, Kalimantan, Sumatra dan daerah lainnya. Pada zaman itu, dilahirkan mahakarya kesusastraan Hindu Jawa dan artistik yang sampai sekarang dijadikan dasar seni Bali. Seperti yang kita semua ketahui, Bali dikenal sebagai tujuan destinasi wisata dunia mulai dari alam, budaya, dan tradisinya. Sangat banyak pengaruh-pengaruh asing yang masuk ke pulau ini, namun demikian dengan dibentengi iman dan kepercayaan ajaran-ajaran Hindu, masyarakat Hindu Bali mampu memfilter budaya-budaya asing tersebut dengan baik.

Hindu Bali Memuja Batu atau Pohon Besar, Apakah Benar? Mari Kita Mengulasnya!

Saat mengunjungi pulau Bali, selain pura Anda akan menemukan banyak batu besar dan pohon besar yang dibaluti dengan kain. Biasanya umat Hindu Bali sering mempersembahkan sesajen di tempat tersebut.

Dari hal tersebut sering timbul pertanyaan, kenapa agama Hindu menyembah batu? Kenapa agama Hindu menyembah pohon? dan ketika muncul pertanyaan seperti itu, solusi yang tepat adalah menjelaskan hal yang sebenarnya agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Pohon dan batu besar dibaluti dengan kain serta diberi sesajen, secara kepercayaan, umat Hindu Bali meyakini tempat tersebut merupakan tempat tinggal makhluk yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata. Di sisi lain, hal tersebut adalah cara umat Hindu Bali memuliakan alam dan menjaga alam karena alam sudah memberikan manusia air, udara, dan makanan. Alam adalah sumber kehidupan semua mahluk di Bumi. Kita wajib menjaga dan melestarikannya. Dengan tradisi membalut pohon besar dan batu besar dengan kain, bahkan memberikannya sesajen, manusia tidak akan bebas menebang pohon sembarangan dan merusak alam. Dengan tradisi ini diharapkan alam bisa tetap terjaga.

Mengenal Aktivitas/Tradisi Keseharian Umat Hindu di Bali

Pada setiap daerah di Indonesia pasti memiliki suatu aktivitas yang sudah menjadi tradisi. Masyarakat dari masing-masing daerah tersebut juga memiliki aktivitas yang menjadi tradisi keagamaan setiap hari. Selain memohon perlindungan dan berkah, hal ini juga tidak terlepas bertujuan sebagai wujud puji syukur dan rasa terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkah yang telah dianugerahi kepada kita semua. Berikut ini adalah beberapa contoh tradisi keagamaan Hindu yang terdapat di pulau Bali.

Ketika mengunjungi rumah-rumah orang Bali, khususnya umat Hindu, maka kita akan menjumpai sebuah cangkir kecil berisi kopi dan jajanan pada sebuah wadah kecil yang dihaturkan di sanggah (tempat bersthana) setiap rumah. Hal ini lazim disebut mesodan.

Pada saat masyarakat Hindu Bali selesai memasak, sebelum makan, umat Hindu akan memotong daun pisang dengan ukuran kecil, kemudian diberi nasi sukla (nasi yang baru selesai dimasak atau belum dimakan) secukupnya dan lauk sukla atau biasanya juga menggunakan sayur dan kacang. Setelah itu dihaturkan di setiap sanggah atau pelinggih dan pekarangan rumah. Hal ini bertujuan untuk mengucap rasa syukur atas berkah dan anugerah pangan yang telah diberikan Tuhan.

Mejejaitan adalah suatu aktivitas dimana umat Hindu Bali membuat sarana upacara untuk keperluan keagamaan. Bahannya terdiri dari slepan (daun kelapa tua), busung (daun kelapa muda), ental (sejenis daun mirip lontar), dan semat sebagai perekat yang dibuat dari bambu yang diiris kecil. Jenis-jenis jejaitan pun cukup beragam, yakni mulai jejaitan untuk sesajen upacara kecil hingga untuk sesajen upacara besar. Adapun aktivitas mejejaitan biasanya dilakukan oleh kaum perempuan.

Metanding adalah aktivitas dimana umat Hindu Bali membuat atau mengatur sesajen untuk keperluan upacara. Pada aktivitas keseharian, umat Hindu Bali metanding atau membuat canang dengan jejaitan ceper atau daun pisang dan di atasnya ditambah berbagai bunga.

Aktivitas mebanten merupakan akivitas utama umat Hindu di Bali, dimana aktivitas ini dilakukan dengan meletakkan canang, rarapan, dan dupa lalu dipercikkan tirta (air suci) dan diayap sambil mengucapkan mantra. Canang dihaturkan di setiap pelinggih dan sanggah serta tempat-tempat tertentu.

Beberapa artikel menarik lainnya:

Buddhisme adalah agama yang berakar di India dan tersebar ke seluruh dunia. Dalam Buddhisme, pemujaan dewa tidak memiliki peran utama dalam praktik keagamaannya. Sebaliknya, Buddhisme lebih memfokuskan pada ajaran Dharma dan praktik meditasi untuk mencapai pembebasan dari penderitaan dan kehidupan yang lebih bermakna. Namun bukan berarti dewa tidak dihormati dalam Buddhisme hanya saja meraka dipandang sebagai makhluk yang juga terikat pada lingkaran tumimbal lahir dan tidak mampu memberikan pembebasan sejati yang hanya dapat dicapai dengan pemahaman dan praktik ajaran Buddha. hal tersebut tergambar dalam Parita Aradhana Devata yang berbunyi demikian

" Semoga semua dewa di alam semesta hadir di sini,

mendengarkan Dhammanan Agung dari Sang Bijaksana,

yang membimbing (umat) ke Surga dan keKebebasan.

Di alam surga dan di alam brahma, di puncak-puncak gunung,

Diangkasa raya, di pulau-pulau, di desa-desa dan kota,

di hutan belukar, disekeliling rumah dan ladang.

Semoga dewa Bumi mendekat (datang) melalui air,

daratan atau pun angkasa, bersama-sama dengan yakkha, gandhabba dan naga.

Dan semoga di mana pun mereka berada, mereka dapat

mendengarkan sabda Sang Bijaksana, seperti berikut.

Lihat Sosbud Selengkapnya

Item is already in your registry

Dewa (Dewanagari: देव; ,IAST: Deva, देव) adalah kata dari bahasa Sanskerta yang berarti "terang", "mulia", "makhluk surgawi", "makhluk ilahi", "hal yang cemerlang",[1] dan dapat mengacu kepada suatu golongan makhluk gaib dalam agama Hindu.[2] Dewa merupakan istilah maskulin; padanan feminin untuk istilah tersebut ialah Dewi. Kata tersebut sepadan dengan istilah Latin "Deus" dan Yunani "Zeus".

Dalam sastra Weda Kuno, seluruh makhluk gaib dapat disebut "dewa"[3][4][5] dan asura.[6][7] Konsep tersebut akhirnya mengalami perkembangan dalam kesusastraan India Kuno, dan pada akhir periode Weda, makhluk gaib yang baik disebut Dewa-asura. Dalam sastra Hindu pasca-periode Weda, seperti Purana dan Itihasa, para dewa merupakan makhluk baik, sedangkan asura makhluk jahat. Dalam sejumlah karya sastra India Abad Pertengahan, para dewa juga disebut sebagai "sura", dan sifatnya bertolak belakang dengan saudara tiri mereka yang sama-sama sakti, yang disebut sebagai "asura".[8]

Para dewa, demikian pula para asura, yaksa (roh penunggu alam), dan raksasa (monster, setan), merupakan bagian dari mitologi India. Para dewa muncul dalam berbagai kisah-kisah kosmologis dalam agama Hindu.[9][10]

Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Adwaita wedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai manifestasi Brahman dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para dewa setara derajatnya dengan dewa lain. Namun dalam filsafat Hindu Dwaita, para dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa tertinggi. Dalam hal ini, beberapa sekte memiliki paham monoteisme terhadap Dewa tertentu (lihat: Waisnawa).

Kata “dewa” (deva) berasal dari kata “div” yang berarti “bersinar”. Dalam bahasa Latin “deus” berarti “dewa” dan “divus” berarti bersifat ketuhanan. Dalam bahasa Inggris istilah Dewa sama dengan “deity”, dalam bahasa Prancis “dieu” dan dalam bahasa Italia “dio”. Dalam bahasa Lithuania, kata yang sama dengan “deva” adalah “dievas”, bahasa Latvia: “dievs”, Prussia: “deiwas”. Kata-kata tersebut dianggap memiliki makna sama. “Devi” (atau Dewi) adalah sebutan untuk Dewa berjenis kelamin wanita. Para Dewa (jamak) disebut dengan istilah “Devatā” (dewata).

Dalam kitab suci Regweda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dewa yang banyak disebut adalah Indra, Agni, Baruna dan Soma. Baruna, adalah Dewa yang juga seorang Asura. Menurut ajaran agama Hindu, Para Dewa (misalnya Baruna, Agni, Bayu) mengatur unsur-unsur alam seperti air, api, angin, dan sebagainya. Mereka menyatakan dirinya di bawah derajat Tuhan yang agung. Mereka tidak sama dan tidak sederajat dengan Tuhan Yang Maha Esa, melainkan manifestasi Tuhan (Brahman) itu sendiri.

Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Dalam kitab suci Bhagawadgita diterangkan bahwa hanya memuja Dewa saja bukanlah perilaku penyembah yang baik, hendaknya penyembah para Dewa tidak melupakan Tuhan yang menganugerahi berkah sesungguhnya. Para Dewa hanyalah perantara Tuhan. Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara Kresna bersabda:

sa tayā śraddhayā yuktas, tasyārādhanam īhate, labhate ca tatah kaman, mayaiva vihitān hi tān.

— Bhagawadgita (7:22)

Setelah diberi kepercayaan tersebut, mereka berusaha menyembah Dewa tertentu dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut.

Apakah Orang Katolik Menyembah Maria?

“In periculis, in angustiis, in rebus dubiis, Mariam cogita, Mariam invoca..Ipsam sequens, non devias; ipsam rogans, non desperas; ipsam agnitans, non erras,; ipsa tenete, non currius; ipsa protegente, non metuis; ipsam duce non fitigaris; ipsa propiti, pervenis” --St. Bernardus

Bunda Maria selalu memiliki tempat istimewa di hati umat Katolik. Ia menjadi ibu yang senantiasa memberi waktu, hati, dan telinga bagi setiap anak yang datang padanya. Karenanya, Bunda Maria bukan hanya ibunda Yesus Sang Juru Selamat, melainkan Bunda Segala Bangsa, Bunda Semua Umat Manusia.

Di Jawa, orang menyebut Maria sebagai Dewi Maria. Bagi orang Jawa, Dewi adalah sapaan pada pribadi luhur dan dihormati. Ia selalu menjadi lambang kesuburan, kehidupan, sekaligus pengharapan. Sementara di Flores, Bunda Maria disebut Ine. Ine berarti Ibu. Ungkapan bahwa Maria adalah ibu merupakan ungkapan yang lahir dari kedalaman relasi. Maria memiliki tempat yang spesial di hati. Tempat bagi setiap anak datang mengadukan segalanya: kegagalan maupun keberhasilan, kegembiraan maupun kesedihan.

Dengan kata lain, berdoa kepada Bunda Maria selalu membawa seseorang merasa berada dalam pelukan hangat kasih seorang Ibu. Ibu yang memberi rasa nyaman, kedamaian, dan ketenangan. Karenanya tidak mengherankan apabila segala yang berkaitan dengan Bunda Maria begitu akrab di tengah umat, mulai dari Doa Rosario, Novena Tiga Salam Maria, Ziarah Gua Maria, dan segala bentuk devosi lain. Semua itu adalah tanda bahwa Bunda Maria memiliki tempat yang istimewa di tengah umat. Dengan demikian, benar perkataan St. Bernardus di awal tulisan ini: dengan dan bersama Maria, kita dikuatkan dan dimampukan dalam menghadapi badai dan arus kehidupan.

Bunda Maria di Mata Umat Beragama Lain

Bagi saudara kita non-Katolik, tentu tidak mudah untuk memahami arti dan peran Bunda Maria. Meski demikian, mereka tentu sadar bagaimana peran Bunda Maria bagi umat Katolik.

Orang Katolik sering dituduh menyembah berhala karena dianggap menyembah patung. Padahal lagi-lagi, yang disembah bukanlah patung sebagai sebuah benda mati, melainkan pribadi yang direpresentasikan oleh patung tersebut. Patung adalah tanda yang membantu umat untuk sampai pada Tuhannya.

Lebih jauh, ada yang menyebut bahwa orang Katolik melakukan penyembahan berhala. Tuduhan ini lahir dari tafsiran atas Kitab Keluaran 20:4-5; "Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku."

Mengutip W. Gunter Plaut dalam The Torah A Modern Commentary (1981), dikatakan bahwa Allah melarang pembuatan patung menyerupai apapun yang tujuannya untuk disembah. Karenanya, larangan membuat patung harus dipahami dalam kesatuan larangan menyembah patung. Perlu diketahui bahwa larangan pembuatan patung untuk disembah itu adalah kebiasaan bangsa-bangsa kafir yang membuat patung-patung yang kemudian disembah sebagai dewa-dewi. Itulah berhala karena menjadikan pribadi selain Allah sebagai allah baru.

Gereja Katolik tidak pernah membuat patung Yahweh (Allah Bapa) yang tidak kelihatan itu. Karenanya tidak ada patung Yahweh. Yang dibuat hanyalah patung Yesus Kristus. Dia memang Allah tetapi sejauh menjelma menjadi manusia, Dia bisa kita gambarkan sebagai manusia, tetapi bukan untuk disembah patungnya. Begitu juga dengan patung Bunda Maria dan para kudus. Yang dikutuk dalam Roma 1:18-25 misalnya, adalah penyembahan berhala sebagai ganti penyembahan kepada Tuhan pencipta.

Mardi Atmadja dalam bukunya Maria Sang Nabi (2003), menuliskan bahwa penghormatan umat Katolik terhadap Bunda Maria tidak dapat diterima dan dipahami oleh orang beragama lain karena hal ini berkaitan dengan iman dan ajaran iman. Iman dan ajaran iman tidak dapat begitu saja dijelaskan kepada orang yang tidak mempercayai atau berbeda caranya.

Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada gejala menarik, yakni semakin banyak orang dari gereja Non-Katolik atau agama lain yang melakukan ziarah ke Lourdes, Fatima, Benneaux, Guadalupe, atau di Sendangsono, Jawa Tengah. Bunda Maria semakin menjadi bahan pembicaraan – “enteng ataupun berat” – di segala lapisan pertemuan antar Gereja.

Benarkah Orang Katolik menyembah Bunda Maria?

Para teolog Katolik membedakan beberapa lapisan penghormatan, yang dalam tradisi kerap memakai istilah Yunani. Pertama latria, yaitu penyembahan, yang khusus diperuntukkan bagi Allah. Itu berbeda dengan kedua, hyperdulia (kebaktian) yang diberikan kepada Bunda Maria. Ketiga, dulia (penghormatan) yang disampaikan kepada orang kudus lain (bdk. Maria Sang Nabi, 50).

Dalam hal ini, jelas bahwa tuduhan bahwa orang Katolik itu menyembah Bunda Maria tidaklah benar. Sebab, yang disembah orang Katolik adalah Allah. __Bunda Maria itu dihormati, bukan disembah. Bunda Maria istimewa karena Bunda Maria adalah ibu Yesus, ia tokoh penting bagi sejarah keselamatan umat Kristiani. __

Alan Schreck dalam Catholic and Christian: An Explanation of Commonly Misunderstood Catholic Beliefs (1844) menuliskan, orang Katolik menghormati (honor) dan melihatnya sebagai ibu dalam iman, tetapi tidak menyembah (worship) Bunda Maria atau berdoa kepada Bunda Maria sebagaimana berdoa kepada Tuhan. Menyembah itu hanya untuk Allah. Orang Katolik percaya bahwa dengan perantaraannya (intercession) akan membawa rahmat dan belas kasih Tuhan yang besar. Ini dikarenakan hubungannya yang spesial dengan Yesus, bukan karena dirinya sendiri (her own merits). Hal yang sama pula dengan penghormatan kepada para kudus.

Selain ada tuduhan bahwa orang Katolik menyembah Bunda Maria, tuduhan juga berlanjut. Orang Katolik juga dituduh menyembah patung. Tuduhan ini menjadi benar jika yang disembah adalah patung dan menjadikan patung itu adalah Allah. Padahal, orang Katolik itu hanya menyembah Allah. Dan patung-patung seperti patung Yesus, Maria, dsb, adalah sarana agar umat semakin mampu mengarahkan hati pada Allah. Yang disembah adalah orang yang digambarkan dalam patung itu, bukan patung itu sendiri.

Kita ambil contoh Devosi kepada Bunda Maria. Neuner dan Dupui dalam The Christian Faith in the Doctrinal Document of the Catholic Church (1982) menuliskan bahwa devosi kepada Bunda Maria adalah jawaban orang beriman atas peran Bunda Maria dalam rencana keselamatan ilahi (bdk. sejarah Gereja, Devosi kepada Bunda Maria ini dibela oleh Konsili Nikaia II (787, jauh sebelum zaman Reformasi tahun 1517 dan seterusnya) yang mengizinkan gambar/patung boleh menjadi sarana menghormati dia yang digambarkan. Dengan kata lain patung adalah alat peraga atau simbol, ataupun tanda yang dipakai umat untuk semakin dekat dan mengarahkan diri pada Allah).

Di lingkungan Katolik juga terdapat banyak sekali lukisan mengenai Bunda Maria dalam segala bentuknya. Ini terjadi karena umat Katolik sangat menghormati Bunda Maria dan membawa iman dalam segala segi hidup. Bunda Maria dihormati bersamaan dengan penghormatan kepada Kristus. Sebab, pengaruh Bunda Maria berasal dari kelimpahan jasa-jasa Kristus, bertumpu pada perantaraan-Nya, bergantung sekali pada-Nya, dan menimba kekuatannya dari pada-Nya.

Pidyarto Gunawan dalam Umat Bertanya Rm. Pid Menjawab (2000), memberikan jawaban yang gamblang bahwa orang Katolik tidak menyembah patung. Mengapa? Karena fungsi patung mirip dengan foto orang-orang yang dikasihi, entah yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Orang suka memajang atau menyimpan foto-foto tersebut di dompet agar orang merasa lebih dekat dengan sosok di foto tersebut. Fungsi patung juga mirip bendera. Bendera melambangkan suatu bangsa. Karenanya, menghina bendera dianggap sama dengan menghina bangsa pemilik bendera tersebut.

Patung-patung dalam di Gereja Katolik pun dimaksudkan untuk memudahkan ingatan kita pada pribadi yang digambarkan patung itu. Kita bisa saja membuat patung-patung itu dari Gereja Katolik. Akan tetapi, kalau orang merasa tertolong dengan adanya patung, mengapa dibuang? Karena orang menghormati pribadi yang digambarkan oleh patung itu, tentu saja orang Katolik memperlakukan patung-patung itu secara terhormat. Hanya saja perlu diperhatikan, praktek berlebihan dari umat Katolik terhadap patung, misalnya mencium, dan sikap berlebihan lainnya memberi kesan kepada orang luar bahwa kita menyembah patung.

Pada akhirnya perlu ditegaskan sekali lagi bahwa pertama, umat Katolik tidak menyembah Bunda Maria. Yang disembah adalah Allah saja. Bunda Maria itu dihormati. Devosi dan segala bentuk kebaktian kepada Maria adalah bentuk usaha umat yang menunjukkan rasa hormat dan cinta pada pribadi yang berperan besar dalam sejarah keselamatan kita.

Kedua, umat Katolik itu tidak menyembah patung. Yang disembah adalah orang yang digambarkan dengan patung itu. Patung adalah sarana yang membantu umat semakin dekat pada pribadi yang ada di balik patung tersebut. Dengan kata lain, patung itu sarana membantu umat untuk semakin dekat pada pribadi yang diimani.

Meski demikian, pertanyaan itu akan selalu relevan manakala umat Katolik hanya fokus pada keindahan patung saja dan lupa pada pribadi yang sebenarnya.

Terlepas dari semua itu, marilah kita terus mendekat dan akrab pada Bunda Maria. Sebab Bunda Maria adalah ibu kita. Hal ini jelas pada pesan terakhir Yesus sebelum wafat di kayu salib, “Ibu inilah anakmu!” dan “Anak, inilah ibumu!”(Yoh 19:26-27).

Semoga kita menjadi anak-anak yang mampu membuat ibu Maria tersenyum, ya, Sobat YOUCAT!

*Note: Dalam bahaya, dalam kesesakan, dalam kebimbangan, pikirkanlah Maria, berserulah kepada Maria…Bila mengikutinya, kamu tidak akan salah langkah; bila meminta kepadanya kamu tidak akan putus asa; bila memikirkannya, kamu tidak akan tersesat; bila ia menuntunmu, kamu tidak akan jatuh; di bawah perlindungannya kamu tidak perlu merasa takut; dalam bimbingannya kamu tidak akan kelelahan, bila ia berkenan kepadamu kamu akan mencapai akhir peziarahanmu. *

Dewa-Dewi Hindu: Dewa Hindu, Dewi Hindu, Kresna, Ganesa, Rama, Wisnu, Sri, Nara Dan Narayana, Indra, Gangga, Sukra, Dattatreya, Batara Kala

General Books, 2011 - 64 Seiten

Sumber: Wikipedia. Halaman: 62. Bab: Dewa Hindu, Dewi Hindu, Kresna, Ganesa, Rama, Wisnu, Sri, Nara dan Narayana, Indra, Gangga, Sukra, Dattatreya, Batara Kala, Saraswati, Brahma, Diti, Daftar Dewa-Dewi Hindu, Siwa, Surya Majapahit, Agni, Baruna, Saranya, Laksmi, Tapati, Budha, Kartikeya, Bhairawa, Yama, Dyaus Pita, Parwati, Kali, Durga, Bayu, Trimurti, Kuwera, Radha, Kamajaya, Aditya, Witoba, Sani, Wrehaspati, Candra, Dhanwantari, Hayagriwa, Aditi, Aswin, Khatushyamji, Daksayani, Pertiwi, Anggaraka, Sawitri, Jagatnata, Kamaratih, Rewanta, Antariksa. Kutipan: Kresna IAST: dibaca ]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani. Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis. B...